Jayapura, ptppma.or.d – Salah satu Aktivis Senior Jurnalis, yang banyak menulis Jati diri Masyarakat Papua, Jahya Lorenz Marasian, dalam Rilisnya yang dimuat di media online suaratabi.id pada bulan januari (12/01/2023), lebih banyak memberi penguatan terhadap posisi Ketahanan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Papua, paskah berakhirnya masa jabatan Mathius Awoitau SE M.Si sebagai Bupati Jayapura dan juga sebagai Pencetus kebangkitan masyarakat adat di kabupaten Jayapura.
Menurut Jahya, kampung adat itu sesungguhnya bicara isi dari UU Otonomi Khusus (OTSUS) Papua itu sendiri, karena OTSUS di Papua spiritnya adalah adat dan budaya, berbeda dengan OTSUS di Aceh yang isinya syariat Islam sebab Islamnya lebih menonjol, katanya.
Jahya mengungkapkan bahwa kampung adat sesungguhnya sudah berubah ketika sebutan Desa di rubah ke kampung dan kecamatan di ganti distrik, dan Irian Jaya di ganti Papua’ cuma masi ada masyarakat Papua yang masih binggung bagaimana menggali isi yang terkandung dalam otsus, semua pejabat di Papua baik eksekutif juga legislatif hanya sibuk habiskan dana OTSUS, tetapi bingung bagaimana menggali isinya.
Pungkas Jahya, “Bicara kampung dan adat bukan bicara aktor secara person, bukan lagi bicara siapa dan untuk kepentingan apa kampung adat itu di dorong, Hal ini lebih dipertegas karena akhir-akhir ini berbagai tanggapan muncul dari individu orang yang belum memahami dengan baik maksud kebangkitan adat yang sesungguhnya, mereka hanya menilai secara sepihak bahwa program yang di dorong oleh mantan Bupati Jayapura Mathius Awoitau SE M.Si semata-mata sebagai bahan untuk maju Gubernur Papua. Padahal itu pemikiran sempit dan sangat dangkal, karena bicara kampung dan adat itu bicara multi dimensi dalam ruang lingkup orang asli Papua yang hitam kulit dan keriting rambut, tentang pranata sosial, eksistensi dan masa depan OAP dalam NKRI.”
Kampung adat juga adalah Suatu implementasi dari Amanat Konstitusi negara, agar komunitas masyarakat Adat, atau masyarakat pribumi mendapatkan ruang untuk mengsejahterakan dirinya sesuai dengan tradisi budayanya sendiri, juga dengan sumber daya alamnya sendiri, tidak ada program yang dibuat diluar dari Amanat UU. Kalau sampai hari ini masih ada yang sengaja menentangnya, itu sama dengan menentang UU di negara ini, dan bisa disebut separatis.
Jahya menegaskan kepada Pihak Pemerintah daerah agar harus mampu memberi penjelasan yang baik kepada masyarakat tentang persoalan-persoalan internal yang terjadi, jangan tinggal diam.
“OPD terkait seperti Humas harus aktif memberikan pencerahan, SKPD yang menangani Kampung Adat DPMK juga harus tanggap terhadap persoalan-Persoalan yang terjadi, bagian ini terkesan ada pembiaran secara disengaja,” tegasnya.
Jahya menegaskan agar semua masyarakat hukum adat Papua dimana saja berada bisa mempertahankan nilai-nilai budaya lokal warisan leluhur dari tantangan zaman masa kini.
“Saya berharap kepada sesama kita yang masih memiliki Kampung dan norma-norma adat, mari kita pertahankan itu, tidak ada jalan lain untuk mempertahankan kekususan kita dari ancaman zaman dan nilai-nilai baru yang melunturkan ideologi Pancasila serta nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya,” Pungkas Jahya.
Penegasan analisis dari Jahya selaku anak adat Lembah Grime Nawa – Jayapura, lebih pada menegaskan bahwa kampung adat merupakan strategi terakhir Orang Asli Papua (OAP) untuk mempertahankan identitas dan jati dirinya dari berbagai ancaman dan degradasi masa kini.
“Kampung adat merupakan strategi terakhir untuk pertahankan identitas dan jati diri Masyarakat adat dari ancaman degradasi. Kampung adat merupakan strategi yang tersisa dari perjuangan eksistensi OAP dalam sistem dan kepentingan negara [untuk mengakui, melindungi dan memperdayakan masyarakat adat di Papua],” tegasnya.