Jayapura, ptppma.or.id – Pt. PPMA Papua melalui Program Pelestarian Sumber Daya Alam dan Peningkatan Kehidupan Masyarakat Adat melalui Pertanian Berkelanjutan di Tanah Papua (PaPeDA), melakukan diskusi bersama terkait Kakao Lembah Grime Nawa dengan Bapak Ir. Dominggus Deda (Tim Expert Pokja Kakao Kabupaten Jayapur).
Pertemuan ini diadakan di Kantor Pt. PPMA Papua, Kamis (4/5/2023), pukul 13.30 – 15.00 Waktu Indonesia Timur.
Dalam pertemuan tersebut telah membahas tentang apa itu Kakao Lembah Grime Nawa dan seberapa penting mengembangkannya bersama Masyarakat Adat di Lembah Grime Nawa, Jayapura, Papua.
Direktris Pt. PPMA Papua, Naomi Marasian menjelaskan bahwa pentingnya pendampingan Unit Bisnis Kakao di Lembah Grime Nawa harus diperkuat basis Petani Logal melalui Program PaPeDA III – Pt. PPMA Papua.
Naomi menilai bahwa Kakao Lembah Grime Nawa memiliki sejarah warisan dunia, peninggalan kolonial Belanda yang harus diangkat ke permukan sebagai iconik ekonomi masyarakat adat di Lembah Grime Nawa, demi kesejahteraan masyarakat.
“Petani Kakao di Lembah Grime Nawa semestinya bangga bahwa Kakao Lembah Grime Nawa itu memiliki ciri khas tersendiri. Dimana Kakao tersebut merupakan peninggalan sejarah warisan dunia oleh Kolonial Belanda, memiliki mutu dan kualitas kelas dunia pula,” pungkas Naomi dalam pertemuan.
“Semestinya sektor kakao tersebut harus didorong bersama oleh kerja-kerja pendampingan kita Pt. PPMA Papua untuk memberdayakan produktifitas Kakao Lembah Grime Nawa yang bernilai jual tingga dan menjadi pendapatan ekonom bagi kesejahteraan masyarakat adat di Wilayah Lembah Griem Nawa,” tambah Naomi.
Koordinator Program PaPeDA III – Pt. PPMA Papua, Fathma Wati menjelaskan bahwa sejauh ini pendampingan yang dilakukan sudah berjalan sesuai target program. Proses yang sudah dilewatinya bersama tim, ialah melakukan pembibitan 3000-an lebih pohon kakao di akhir tahun 2022 dan saat ini sedang melakukan pendampingan sambung pucuk untuk 60 kelompok tani di 4 kampung – Distrik Nanblong.
Fathma menjelaskan bahwa luas lahan perkebunan yang dimiliki 95 hektar untuk 5 kampung dengan pembibitan 2.760. Sedangkan ada 2.000 bibit kakao Belanda yang ditanam dan sekarang sedang melakukan sambung pucuk, berada di lokasi Bapak Lewi Irab selaku ketua kelompok kakao, kampung Imsar.
Fathma juga mengungkapkan kalau pendampingan Tim PaPeDA III – Pt. PPMA Papua juga membantu kelompok tani yang ada untuk pembuatan home hous, profil petani dan mendorong agar kelompok-kelompok petani tersebut dapat terintegrasikan ke dalam PUMKam setiap kampung. Hal ini agar adanya perekonomian yang dikelolah oleh BUMKam untuk pendapatan bagi kampung-kampung tersebut.
“Kami sudah melakukan pembibitan di bulan Desember 2022 dan saat ini sedang melakukan pendampingan sambung pucuk untuk 60 kelompok tani kakao bagi 5 kampung di Distrik Namblong. Selanjutnya mendorong adanya SK BUMKam untuk kelompok-kelompok tani tersebut agar adanya kerjasama pihak pemerintah kampung dan kelompok tani kakao, sehingga pertanian kakao di 4 kampung ini merupakan bagian kerja sama kita semua demi kesejahteraan masyarakat adat setempat,” Ucap Fathma ketika memberi penjelasan informasi pada pertemuan tersebut.
Ir. Dominggus Deda (Tim Expert Pokja Kakao Kabupaten Jayapur) menjelaskan kalau Kakao Lembah Grime Nawa bisa didampingi untuk nilai jual pasar yang tinggi, maka harus benahi dulu produktifitas dan mutu dari Kakao tersebut.
“Kakao Lembah Griem Nawa punya nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat adat setempat, kalau mau didampingi hingga memiliki nilai jugal yang tinggi di pasar, maka harus kita benahi terlebih dahulu produktifitas dan mutu dari kaka tersebut,” ucapnya.
Dominggus menjelaskan strategi prudiktifitas dan mutu dari produksi kakao yang baik, dimana Pt. PPMA Papua melalui Program PaPeDA III harus melakukan intensifikasi pada lahan dan bibit kakao peninggalan belanda itu, kemudian melakukan rehabilitas dan ferifikasi bersama terkait kolaborasi pengetahuan lokal dan pengetahuan kita tentang bagaimana menanam, merawat dan memanen hingga memproduksikan biji kakao yang bermutu dan bernilai di dunia pasar.
Dominggus juga menjelaskan kalau kakao masuk di Papua itu hanya di Genyem tahun 1953 oleh kolonialisme Belanda. Bibit kakaonya berkualitas dunia selain kakao di Amazon, Brasil. Terkenal dengan tiga jenis bibit unggulnya, yaitu jenis Griollo, Forastero dan Trinitario.
“Kakao Lembah Grime Nawa itu kakao warisan dunia di Genyem oleh Peninggalan Belanda tahun 1953. Mutuh dan kualitas kakaonya terbaik dunia selain kakao di Amazon, Berasil. Diantaranya ada jenis Griollo, Forastero dan Trinitario. Hal ini sehngga kita harus konserpatif terhadap kakao ini dalam setiap pendampingan Pt. PPMA di kampung-kampung pendampingan,” pungas Dominggus.
Lanjut Dominggus, “kakao warisan Belanda ini merupakan warisan dunia yang sedang dicari oleh dunia, ini bisa kita bilang bibit lama tapi memiliki inovasi baru. Disisi lain, ini juga berbicara soal nilai dan kita harus mempertahankan nilainya, karena di Indonesia hanya ada di Bayuwangi, Jawa Tengah dan Papua. Tapi di Papua belum diekspos dan dikelola berlanjut secara baik untuk nilai jualnya.”
Hasil diskusi, Naomi Marasian berharap kerja tindak lanjut dari pendampingan yang sudah dilakukan oleh program PaPeDA III kerja sama lembaga Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) di Lembah Grime Nawa ini bisa menerobos ke tahap pelatihan khusus kepada setiap perwakilan kelompok tani yang ada.
Pelatihan ini agar kelompok tani yang sudah melakukan proses pembibitan hingga sambung pucuk ini dapat dilatih bagaimana memproduksi nilai kakao Lembah Grime Nawa yang bermutu nantinya, hingga memiliki nilai jual yang tinggi di pasar, demi kesejahteraan petani kakao dan masyarakat adat Lembah Grime Nawa.